“KAMULAH PAHLAWAN PEMBASMI KORUPSI”
Kalimat
yang tertulis di dinding kamarkun itulah, yang membuatku tetap semangat
belajar. Maklum, saat ini merupakan masa– masa sibuk di kampus karena aku sedang
mengerjakan skripsiku dalam bidang hukum, di salah satu universitas papan atas
di indonesia. Kamen, itulah sapaan akrabku di kampus.
Sejak
kecil aku bercita-cita ingin seperti ayahku, mengabdi untuk bangsa dan negara.
Ayahku adalah seorang hakim yang sangat adil dalam setiap keputusanya di
persidangan. Ayahku sempat masuk bui, namun bukan karena Ia melanggar hukum. Tetapi,
karena ada politisi yang merasa terancam dengan posisi ayahku sebagai salah
satu hakim ketua mahkama agung. Sehingga politisi itu, menyebar fitnah dan
menuduh ayahku menerima suap. Itulah yang menyebabkan ayahku merasakan hidup
dibalik jeruji.
Ayahku masuk
bui sejak aku duduk di bangku SMP dua tahun kemudian, Ia bebas dan dinyatakan tidak bersalah. Setelah bebas, Ayahku
tak lagi mendapat kursi di pemerintahan, sehingga yang menjadi tulang punggung
keluarga saat ini bukan lagi Ayah, melainkan kakak pertamaku. Herman ialah
kakak pertamaku, saat ini dia sedang duduk sebagai salah satu anggota DPR-RI.
Aku bisa kuliah di universitas ternama dengan biaya pendidikan super mahal itu
semua berkat kakaku Herman.
Akhirnya,
setalah hampir enam tahun bekerja keras di kampus, kini aku telah menjadi menjadi seorang hakim. Hari ini, aku bisa
tersenyum bahagia dan bergumam dalam hati “sesungguhnya setelah kesulitan pasti
ada kemudahan”. Namun, aku tak boleh terlena dengan itu semua karena perjuangan
belum berakhir dan masih banyak kesulitan lain yang harus kuhadapi esok. Benar
saja, setelah aku meresapi secuil kemenagan dalam hidupku. Aku langsung
mendaptkan tantangan baru yang selama ini aku tunggu kehadiranya. Tantangan itu
ialah menjadi hakim ketua pada sidang kasus korupsi bulan depan.
Waktu
begitu cepat berlalu, tantangan itu kini tinggal menghitung hari. Aku yakin
pasti dapat bersikap adil di persidangan perdana nanti. Apalagi kasus yang akan
aku tangani adalah kasus korupsi. Kasus korupsi merupakan sepesialisasiku saat
kuliah jadi aku sangat menguasai hukum korupsi. Tinggal tujuh hari lagi,
sikapku sebagi hakim akan di uji. Malam
itu, aku tidur dengan lelap di iringi dengan suara gemercik hujan yang tak
begitu deras.
( suara TV ) “selamat
pagi pemirsa dimanapu anda berada, anda sedang menyaksikan kabar pagi. Berita
utama pagi ini kami rangkum dalam kabar utama.” Tdidi...ding..ng....
Sesaat
setelah sholat subuh, aku menyaksikan berita pagi di salah satu stasiun
televisi swasta Nasional. Aku sangat terkejut ketika melihat berita utama pagi
itu, “ Herman caryono, terlibat kasus
korupsi senilai lima miliyar rupiah, dan rencanaya sidang pertamanya di
pengadilan tinggi Jakarta Selatan, di laksanakan minggu depan. Saat ini, Herman
telah di amankan pihak kepolisian. Berita itu tak hanya membuatku terkejut,
namun membuatku malu dan kecewa karena kakak yang selama ini aku banggakan
ternyata seorang koruptor kelas kakap.
Inilah
keputusan terberat dalm hidupku, Apakah aku
rela untuk menjebloskan kakak yang sangat aku cintai ke balik jeruji
besi atau Apakah aku rela untuk membebaskan koruptor dari hukuman ?
Pertanyaan
itu selalu muncul menjelang tidurku, sedang waktu terus berjalan tanpa menunggu
tuk dapat berpikir panjang. Besok adalah hari persidangan dengan agenda
kesaksian jaksa penuntut umum dan saksi dari terdakwa. Juga besok adalah babak
final keputusan kepastian hukum kepada kakaku sebagai terdakwa. Malam ini, tak
seperti malam seminggu yang lalu. Kini aku tak bisa tidur lelap lagi pertanyaan
itu terus muncul di dalam kepalaku dan menanti jawaban yang pasti.
Pagi
kini telah tiba, pukul enam pagi aku telah menuju kantor pengadilan meski
sidang di mulai jam sembilan pagi. Maklum, bukan jakarta namanya jika tak macet.
Tepat pukul delapan pagi aku telah sampai di pengadilan dan duduk di kursi
hakim ketua. Aku masih bingung tinggal beberapa menit lagi aku harus mengambil
keputusan, namun hingga sekarang keputusan yang tepat belum ku dapatkan.
Apalagi media massa sering mengaitkan kasus ini dengan diriku.
Kini
kursi kosong ruang sidang telah terisi penuh, di pojok depan aku melihat Ayah,
Ibu, dan Adiku duduk. Mereka hadir untuk memberikan semangat kepada aku dan
kakaku. Tepat pukul sembilan , aku membuka sidang dan membaca surat keputusan
yang baru saja aku cetak beberapa menit yang lalu. Setelah menimbang, mengingat
dan akhirnya aku memutuskan menjatuhkan hukuman selama 5 tahun penjara kepada
terdakwa, sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Setelah memutuskan itu, aku
melihat Ayahku mengangkat ibu jarinya dan tersenyum kepadaku. Kemudian menghampiriku
dan berkata “ ITULAH KEPUTUSAN YANG TERBAIK AKU BANGGA PADAMU”
Wah ada mail..
BalasHapusKomentar dikit il, kalo menurut gw masih banyak perbendaharaan kata rancu yang mesti lu tinjau lagi khususnya di awal-awal cerita. Nice job anyway!
bahasanya banyak yang masih kurang EYDnya, tetap semngat kawan!!
BalasHapus